Minggu, 13 Januari 2019

Balok Yang Keropos

Sebagai seorang kristiani,  Aku bersyukur bisa mengenal Dia yang menciptakan aku. 

Kuasa Nya nyata. 
Mujizat Nya nyata. 
Kehadiran Nya nyata.
KasihNya nyata. 
Bahkan Suara Nya pun nyata. 

Bukan sekedar katanya orang. 

 Tetapi aku tahu: 
Penebusku hidup, 
dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu.  
Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, 
tanpa dagingku pun aku akan melihat Allah, 
yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; 
mataku sendiri menyaksikan-Nya 
dan bukan orang lain. 
Hati sanubariku merana karena rindu.  
( Ayub 19:25-27 )


Tak terhitung berapa kali sudah aku dipuaskanNya lewat tangis dan air mata.
Tak terhitung pula berapa ratus kali hatiku melompat girang.
Damai dan sukacita terasa hangat mengalir di pembuluh darah ku.

Bukan sekali dua kali aku ditawarkan  untuk menukar NamaNya dengan sukacita sesaat.
Dan aku cuman katakan, "Berani bayar berapa buat DarahNya yang udah tertuang di kayu salib itu ?"

Tapi aku tidak menyalahkan mereka yang mengajak ku berpaling.
Mereka tau kekecewaan ku terhadap gereja. 
Bahkan mereka melihat sendiri bagaimana orang orang yang rajin beribadah itu memperlakukan aku. 

Tanpa mereka pun, kekecewaan terhadap manusia berjubah kekristenan bukan lagi menjadi sebuah rahasia.


9 dari 10 orang kristen mahir berdoa. 
Beberapa dari mereka bahkan mengaku mendengar suara Tuhan. 
Kelas kelas Alkitab senantiasa dibuka. 
Penuh dengan hati yang rindu untuk mengenal Nya. 


Tapi di saat yang sama. 
Gereja terbelah oleh sakit hati terhadap sesama nya. 

Tanyakan pada mereka tentang Tuhan Sang Pencipta, 
mereka dapat menceritakan nya dengan lancar. 

Tanyakan pula pada mereka tentang dia yang berjalan tidak sesuai dengan prinsip nya , 
mereka pun mampu menjadi komentator professional.

Pengampunan adalah hal utama dalam kekristenan. 
Namun penghakiman adalah hal yang sering kita dengar dari mulut yang memuji Tuhan itu. 

Janji Tuhan adalah pemicu detak kekristenan. 
Tapi di lain pihak,  tuduhan senantiasa menciptakan  alasan tertundanya janji itu. 

Padahal perintah Nya jelas. 

Akan tetapi, 
jikalau kamu menjalankan hukum utama 
yang tertulis dalam Kitab Suci: 
"Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", 
kamu berbuat baik.  
( Yakobus 2:8 )

Ada yang salah.
Salib terbentuk dari dua potong balok. 
Vertikal dan horizontal.

Balok vertikal menggambarkan hubungan dengan Sang Pencipta. 
Dan balok horizontal menggambarkan hubungan dengan sesama. 

Balok vertikal yang tegak bukan menjadi salib lagi,  lambang kekristenan, tanpa balok horizontal nya. 

Kekecewaan tingkat dewa terhadap manusia ini lah yang mengundang sekumpulan rayap  pada balok horizontal itu. 

Lebih dari 30 tahun perjalanan kekristenan ku , jutaan rayap  itu  menggerogoti balok horizontal ku,  membentuk sebuah pribadi yang tidak peduli lagi pada tubuh Kristus. 

Alih alih meratapi roboh nya balok horizontal ku,  aku pun menguatkan balok vertical ku. 

Sampai satu kali,  sebuah teguran menusuk layaknya pedang bermata dua. 

Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, 
tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, 
ia bersalah terhadap seluruhnya. 
( Yakobus 2:10 )



Rayap itu harus dibasmi. 
Balok horizontal ku harus sekuat pasangan nya. 

Dan Tuhan pun mengirimkan obat pembasmi rayap nya lewat seorang buddhis.

Ya,  Pengikut Buddha. 

Sebagai agama yang nontheistik ( baca : filsafat ) , para pengikut Buddha ini menarik perhatian banyak gereja untuk dikenakan kepada Sang Pencipta. 

Buddhisme menolak adanya sosok mahakuasa sebagai pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta diatur oleh lima hukum kosmis (Niyama Dhamma), yakni Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Citta Niyama, dan Dhamma Niyama. 

Hal ini dipandang oleh banyak orang sebagai perbedaan utama antara mereka  dan agama-agama lain.

Tapi lihat apa yang mereka miliki.



Mereka tidak membedakan siapa pun. 
Kaya atau miskin. 
Raja atau rakyat jelata.
Pembunuh atau pemuka agama
Semua memiliki derajat yang sama. 
Tidak ada yang ditinggikan atau direndahkan. 

Bukankah Yesus pun memandang orang Samaria sama seperti orang Ibrani? 

Mereka mengajarkan penaklukan diri sendiri untuk mengisi kekosongan batin. 
Mereka tekan kekecewaan mereka terhadap orang lain. 
Mereka tahan rasa sakit mereka akibat perbuatan orang lain. 
Penaklukan diri inilah yang menahan kata kata kutukan dari bibir mereka. 

Pengampunan mereka bagi orang orang yang mencelakakan mereka pun nyata. 

Bukankah Yesus pun memberikan teladan itu kepada kita ?

Bahkan tentang murid yang menjualnya dengan 30 keping perak pun, sebagai permulaan jalan penderitaan Nya,  Yesus berpesan, 

"Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku." ( Yohanes 21:22 )


Mereka menekankan hukum sebab akibat. 
Ada sebab,  ada akibat. 
Ada konsekuensi dari setiap tindakan kita. 

Bukankah hukum tabur tuai senantiasa diingatkan Yesus juga?

Inner peace, kedamaian dalam diri sendiri,  selalu identik dengan ajaran Sang Buddha. 

Itulah helaan napas mereka.
Itulah detak nadi mereka. 
Itulah desiran pembuluh darah mereka.

Dan itulah yang membuat balok horizontal mereka kokoh.  Hubungan mereka dengan sesama terjaga. Kuat dan padat. 

Bagaimana dengan kita kaum kristiani? 

Namun aku hidup, 
tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup,
 melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. 
( Galatia 2:20a )

Air mata ku pun menetes. 
Dan aku pun berandai andai. 

Mungkin kita lebih mengenal Sang Pencipta dibandingkan mereka.  
Tapi mereka lebih mengenal bagaimana mengendalikan dunia di sekitarnya . 

Tidak heran bila kemudian banyak saudara kita yang berpindah ke agama yang satu ini. 

Seribu tahun sebelum kelahiran Yesus di Betlehem, seorang raja di dalam kerajaan Israel, Daud, bahkan telah melihat fenomena akhir jaman ini. Sehingga di dalam Mazmur nya, Nabi Besar ini menulis,

Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya
Apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun

Seperti minyak yang baik di atas kepala
yang meleleh ke janggut Harun
dan ke leher jubahnya

Seperti embun gunung Hermon
yang turun ke atas gunung-gunung Sion
Sebab ke sanalah Tuhan memerintahkan
berkat, kehidupan untuk selama-lamanya

( Mazmur 133:1-3 )

Kata-kata saudara yang dimaksud Raja Daud saat itu, tentu saja bukan hanya mereka yang mengaku dengan mulut mereka bahwa Yesus adalah Tuhan, karena Yesus lahir seribu tahun setelah Mazmur itu ditulis, 30 generasi setelah Daud.

Kata saudara yang dipakai Daud ditujukan untuk semua umat manusia. 
Ibrani atau Romawi.
Samaria atau orang Yahudi. 

Mungkin balok vertikal kita kokoh. 
Tapi tanpa bisa diingkari,  mereka memiliki balok horizontal yang lebih padat. 

Kekristenan merupakan aliran terbesar di dunia.
40% penduduk dunia adalah mereka yang mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan.
2,2 milyard manusia ini memikul Amanat Agung.

Namun berapa banyak dari ke 2.2 milyard manusia itu yang mampu melaksanakan nya? 

Perpecahan gereja. 
Gelar perkara sesama saudara. 
Adu domba dan sakit hati. 
Penghakiman dan kutukan. 

Itu lah yang dilihat dunia tentang kekristenan. 
Itulah penghalang terlaksana nya Amanat Agung.

Balok yang keropos tidak akan membentuk salib lagi. 
Salib itu sudah tidak tampak lagi. 
Penderitaan Yesus untuk dunia sekedar dongeng sebelum tidur. 

Sebelum rayap  memakan balok vertikal yang menyangga salib itu,  pembasmi rayap telah ada di hadapan kita.

Maukah kita memakainya untuk membasmi rayap di balok horizontal kita?

Agar Salib Nya nyata  
Agar Penderitaan Nya tidak sia sia, 
karena Yesus lakukan itu semua 
untuk seluruh umat manusia
Agar Janji Kedatangan Nya yang kedua kalinya,  
Maranatha,  segera digenapi. 


Bukankah itu kerinduan kita semua? 

Karena hidup kita 
adalah Injil yang terbuka 
di mata dunia ini.

Dunia melihat kita. 
bukan Yesus
Dunia memperhatikan kita, 
bukan Tuhan kita.
Dunia mencari kasih kita
bukan kasih Yesus

Dunia perlu bukti
Yang bisa mereka lihat
Yang bisa mereka rasakan

Biarkan mereka merasakan 
kasih dan kedamaian 
terpancar dari dalam diri kita 
ketika kita berinteraksi 
dengan mereka.

Dan mereka akan bertanya
Siapakah Yesus mu? 

Haleluyah!!! 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar