Kamis, 21 Maret 2019

Individu Liberal

Satu kali seorang kawan datang padaku. 

Dia menangis membayangkan kemungkinan pecahnya rumahtangga yang telah dibangunnya lebih dari limabelas tahun. 

Penderitaan nya selama limabelas tahun itu membuat nya tidak berpikir lagi untuk memperbaiki keretakan itu.

Alih alih mencari cara untuk menambal gelas yang pecah,  perempuan ini mencoba membuka pintu untuk masa depan nya bersama tiga orang anak nya yang masih berusia sekolah. 

Dia sudah menyerah. 
Dia merasa paham mereka sudah berbeda sedari awal. 

Dia,  yang dibesarkan dalam lingkungan konservatif traditional religious family, tidak mungkin memiliki arah yang sama dengan suami nya yang berpikir liberal.

Dia mencoba untuk memiliki pemikiran yang sama,  namun tidak membuat nya nyaman. 

Setiap kali mereka bertengkar, paham inilah yang menjadi tameng pembenaran masing masing mereka.

Liberal.
Bebas.
Bebas bersuara.
Bebas berpendapat.
Bebas bertindak.

Aku pun akhirnya kepo dengan paham yang satu ini. 

Seriously ?

Dalam sebuah literatur, aku mendapatkan definisi itu.

Liberalisme berasal dari bahasa Latin yaitu liber yang artinya ‘merdeka’ atau ‘bebas’. Pada awalnya istilah ini merujuk pada manusia merdeka yang terbebas dari perbudakan.

Dan pikiran ku pun berkelana.
Bebas dari perbudakan?  Very good.
Tapi....  Apakah keluarga adalah perbudakan?  
No way !!
Kalau memang keluarga dianggap perbudakan,  tidak akan ada keluarga di dunia barat yang notabene adalah penganut liberalism. 

Nyatanya, tidak sedikit dari keluarga penganut paham liberalism yang bertahan hingga puluhan tahun tanpa pertengkaran yang berarti.

Namun banyak perselingkuhan disembunyikan di balik paham ini.

Liberalism menjadi kambing hitam.
Bila liberalism menghalalkan perselingkuhan, akan banyak pertentangan akan paham ini di belahan dunia manapun. 

Keluarga - keluarga akan dipenuhi dengan pertengkaran dan pertengkaran. 

Suami - suami akan merasa rumah nya bukan surga nya lagi. Istri-istri akan menganggap rumah nya adalah neraka.

Padahal, sebagai human being, 
setiap orang seharusnya 
merasa nyaman di rumah nya sendiri, 
bersama dengan keluarga 
tempat dia menghabiskan masa tuanya.

Suami yang melindungi istri dan anak-anaknya.
Istri yang menjadikan rumah sebagai istananya.
Anak-anak yang bermain tanpa rasa cemas dan takut.

Rasa tentram dan sejahtera.
Ada rasa aman.
Ada rasa tenang.
Ada rasa nyaman.


Kenyamanan, yah, kenyamanan lah yang menjadi kunci segala kebahagiaan di dunia ini.

Bila liberalism tidak dapat memberikan rasa nyaman itu, mungkinkah paham yang satu ini diterima di banyak kalangan?

Bahkan beberapa kalangan ortodoks pun mencoba menerapkan paham yang kontroversional ini ?

Liberalism bicara masalah kebebasan 
tapi memberikan rasa nyaman bagi semua orang.

Bila beda pendapat diutarakan secara bebas,
namun berujung pada pertengkaran
dan rasa tidak terima bagi pihak yang kalah,
itukah liberalism ?

Liberalism bicara tentang kenyamanan bagi setiap kita.
Bila perselingkuhan memberikan rasa nyaman sesaat
dan neraka setelah kembali ke kehidupannya sendiri,
itukah liberalism ?

Keluarga ini menjadi contoh buruknya penerimaan arti liberalism yang sebenarnya.

Sang suami tidak menemukan kenyamanan di rumah nya. 
Mungkin dari cara sang istri berkata dan bertindak. 
Mungkin dari cara nya melayani suami. 
Mungkin dari cara nya berpikir yang membuat suaminya tidak merasa nyaman.

Sang istri tidak menemukan kenyamanan di rumah nya, 
Mungkin dari cara sang suami berkata dan bertindak. 
Mungkin dari caranya melayani istrinya, 
Mungkin dari cara berpikir nya yang membuat istrinya tidak merasa nyaman.

Kronisnya, setiap kali suami nya melangkah keluar dari rumah dengan alasan bodoh : "Karena suami saya liberal." pun diikuti dengan tindakan bodoh yang sama dari sang istri, juga dengan alasan yang sama.

Come on !

Liberalism bukan berarti "sepuluh langkah dari rumah, saya bukan seorang suami." 
Sepuluh langkah, sepuluh meter, sepuluh kilometer sekalipun, rasa nyaman lah yang dicari seorang anak manusia.

Rasa nyaman lah yang selalu membayanginya siang dan malam.
Tidak heran, 
banyak individu yang menganut paham liberalism ini 
memilih untuk hidup sendiri, 
karena di sanalah meraka merasa nyaman 
dan tidak merasa perlu membebani dirinya sendiri. 

Dan mereka tidak perduli apa kata orang.


Sementara beberapa orang lainnya, 
memilih untuk berkeluarga, 
karena di sanalah mereka merasa nyaman. 

Dan mereka tidak merasa terbeban 
dengan memiliki kewajiban dan tanggungjawab 
seorang suami, seorang istri, 
seorang ayah dan seorang ibu.


Penganut paham liberalism 
tidak mengenal kata "membayar harga", 
karena sedari awal mereka mengerti benar 
apa yang disebut kenyamanan. 

Bukan keterpaksaan, 
bukan karena khawatir akan "apa kata orang.", 
bukan karena tuntutan keluarga dan ,masyarakat.

Penganut liberalism paham banget 
arti sebuah kebahagiaan untuk dirinya sendiri, 
bukan kebahagiaan yang mereka lihat pada orang lain.

Individu yang liberal 
adalah individu yang melihat ke depan 
untuk hari yang lebih baik, 
malam yang lebih tenang, 
dan masa depan yang lebih cerah dan tanpa batas 
( Leonard Bernstein )


Hari yang lebih baik selalu menjadi motto para motivator
Masa depan yang lebih cerah dan tanpa batas adalah sebuah impian jangka panjang

Tapi tidak semua orang berani untuk melangkah demi sebuah malam yang tenang untuk menutup hari hari sibuk mereka.

Individu yang liberal berani mengambil langkah tersebut.

Dan ketika kita, yang dikenal dunia sebagai bangsa yang beragama dan memelihara budaya leluhur dan adat ketimuran ini, memilih untuk menjadi individu liberal, mungkin selayaknya kita bertanya dulu kepada diri kita sendiri, paham kah kita arti sebuah kenyamanan dan kebahagiaan?

Karena proses perubahan pasti membawa ketidaknyamanan.
Akan ada banyak pertentangan di dalam keluarga dan rekan ketika kita memutuskan untuk hidup sendiri, misalnya.

Hujan tudingan dan prasangka akan menghujam kita ketika kita memutuskan untuk berbagi kamar dengan lawan jenis untuk meringankan biaya, walaupun kita tidak melakukan apa-apa di dalam sana selain tidur dan bercerita, misalnya.

Bahkan pekerjaan kita pun bisa terancam ketika kita berbicara lantang tentang kecurangan di dalam perusahaan yang mengusik kita dan membuat kita tidak merasa nyaman.

Liberalism adalah tentang membuat dirimu sendiri nyaman, bukan membuat lingkungan kita nyaman.

Itulah kebebasan dari dalam jiwa kita sendiri.


Dua buah pendidikan :
Yang pertama mengajarkan kita 
bagaimana menciptakan 
kehidupan yang layak.
Dan yang lainnya mengajarkan kita 
bagaimana kita menjalani kehidupan ini.










Senin, 18 Maret 2019

Ikatan Alumni, Pentingkah ?

Pertengahan masa puasa pra paskah 2019, sebuah kabar duka tersiar dalam group alumni angkatan kami.

Berita duka..

Jam 09.40 pagi tgl 14 maret 2019, 

telah meninggal dunia Emiritus Guru Sosiologi Smak Santa Maria 
Bp Robby Wohon Tular


Tik tok percakapan di sosmed berlanjut.
Hampir semua mengirimkan ucapan belasungkawa nya.
Beberapa orang membangunkan kembali memori yang telah tidur selama puluhan tahun bersama beliau.
Beberapa lagi berencana untuk ke rumah duka.

Seperti biasa.
Persis seperti ketika group ini menerima berita duka.

Yang membedakan nya adalah kesendirian almarhum di akhir hidup nya.
Yang membedakan nya adalah aura bahu membahu.
Yang membedakan nya adalah sebuah pengumuman singkat.

Bagi Teman2 Alumni baik pribadi maupun grup  
yang ingin berpartisipasi untuk Alm.Pak Robby 
dalam bentuk konsumsi di RD GR ataupun di tempat kremasi Sentong 
dapat memberikan info kepada:
- Sdri. Lxxx Sxxxx
- No hp ^WA : 081xxxxxx

Sepanjang ingatan ku, tidak pernah ada group atau organisasi yang mengumumkan hal seperti itu secara terbuka.


Seketika itu juga,  perhatian ku tertuju ke kota kenangan ini,  Malang.

Khususnya ke rumah duka tempat persemayaman.

Ada sesuatu yang berbeda di sini,
Almarhum bukan satu-satunya guru yang pernah mengajar kami.

Almarhum juga bukan guru pertama yang meninggalkan kami.

Perbedaan yang penulis rasakan ini lah yang mendorong nya untuk meluncur ke kota ini.

Memasuki area parkir,  antara percaya dan tidak,  
dua buah ruangan tampak terang dan terbuka menyambut kedatangan kami.

Deretan bunga papan di depan kedua ruangan itu membuatku yakin,  
di ruangan ini lah,  jenazah pak guru ku itu disemayamkan.

Kaki ku tertahan ketika tidak tampak seorang anggota keluarga pun di sana.

Almarhum terbaring kaku di dalam peti yang tidak didampingi seorang pun.

Tidak ?
Nggak juga sih .....

Satu dua personil berseragam tampak ada di setiap sudut ruangan.

Di antara pengunjung.
Di depan pintu.
Di dekat almarhum.
Di stand sate ayam dan tahu tek di depan ruangan.

Mereka berbicara akrab dengan pengunjung
Mereka tampak mondar - mandir membawa piring-piring sate atau bakso

Mereka berkeliling mengedarkan buku tamu
Mereka memegang kamera.

What is this ?

Keluarga ?

Mereka terlalu sibuk untuk tampak berduka sebagai keluarga almarhum.

Alumnus angkatan berapa sih ?

Come on, beberapa dari mereka malah tampak berbeda generasi !!

Mataku pun berkelana mencari identitas dalam seragam mereka.

Aha !! IKASANMAR !!

Here you are !

Cukup lama sudah nama organisasi ini terdengar tidak asing.
Beberapa postingan nya pun sesekali tampak di timeline salah satu akun sosial media ku.
Satu dua kegiatan yang mereka selenggarakan kerap mampir di mata dan telinga ini.

Dengan Zr. Theresella Karti, kepala sekolah SMAK St Maria Malang hari ini, sebagai penasihat,
organisasi ini tampak mulai menggeliat menunjukan eksistensi mereka.

Playon adalah salah satu agenda yang mereka adakan secara rutin semenjak 2017.

Tapi baru hari ini, di sebuah ruangan rumah duka, dari dalam peti nya, alm. pak Robby seakan mengajak kita untuk tidak melupakan rumah tempat kita dibesarkan, dibentuk, dididik, dan ditempa sebelum memasuki kehidupan yang sebenarnya.


Sekolah Menengah Atas adalah tempat paling rawan untuk seorang remaja.

Tangan dingin seorang guru di sekolah dan pelukan hangat sebuah keluarga di rumah, bagaikan dua tangan maya yang mengukir nya menjadi seorang manusia.


Tanggungjawab dan kewajiban seringkali menahan langkah kita untuk berhenti sejenak dan kembali menengok kedua  tempat tersebut, rumah dan sekolah.

Puji Tuhan, beberapa orang diberikan hati untuk menggali dan memelihara memori di sana, SMA St Maria Langsep Malang, sekolah tempat kita mengintip kehidupan di luar sekolah.

Mereka berkumpul
Mereka menuangkan ide
Mereka membentuk organisasi
Mereka bergandengan tangan

Dan mereka merangkul alumnnus lain !!

Ketika ada satu dua orang tamu  mencari tempat duduk dan diam seorang diri tanpa bersosialisasi dengan kiri kanannya yang sebagian besar adalah para alumnus Santa Maria Langsep Malang juga, salah satu dari mereka mendekat, menjabat tangan nya dengan hangat dan menyapa, "Dari angkatan berapa ?"

Mereka berbincang.
Mereka berbicara,
Dan mereka mencatat data nya.
Tanpa mempedulikan dari angkatan berapa.

Luar biasa !!

Kekaguman itu pun tercetus dari salah seorang alumnus di dalam message  nya

Saya tak pandai berkata kata, 
saya tidak mahir menulis 
tapi saya akan coba mengungkapkan 
rasa KAGUM dan SALUT saya 
kepada IKASANMAR yang saya cintai.

Mulai dari Pak Robby sakit, 
dibawa ke RS Lavalete, 
kemudian karena peralatan yang kurang memadai 
sehingga dipindah ke RSUDSaiful Anwar.

Akhirnya Pak Robby menghembuskan nafas terakhir, 
jenazah disemayamkan di Gotong Royong, 
memilihkan peti, 
penentuan dikubur/ kremasi, 
penentuan saat kremasi, 
memberikan kesempatan pada para tamu 
untuk memberikan penghormatan terakhir pada Pak Robby, 
menyewakan bus untuk yang mengantar ke krematorium, 
dll dll dll , semua hal tersebut diatas 
tidak luput dari campur tangan IKASANMAR

Menurut saya pribadi ini hal yang sangat LUAR BIASA
Kalian luar biasa patut diacungi jempol,

Apresiasi, terima kasih, 
ucapan syukur pada Tuhan yang maha penyayang dan pengasih 
dan bagi IKASANMAR


IKASANMAR
Ikatan Keluarga St. Maria Malang

Ikasanmar bukan hanya milik segelintir orang
Ikasanmar milik setiap kita yang pernah sekolah di sana,
SMAK St. Maria Langsep Malang.

Ketika detik bergerak dan tahun berganti,
Kehidupan membawa kita menjauhi masa remaja
Kesempatan pun belum tentu datang kembali.

Selagi ada waktu, kayuh sepedamu
berputar arah dan kembali ke
Jalan Raya Langsep Malang 
di sebuah tempat yang bernama

SMAK St. Maria 



NEVER FORGET YOUR WAY BACK HOME