Sabtu, 22 Desember 2018

Renungan Natal 2018

KETIKA YESUS LAHIR

NATAL, kelahiran Sang Juru Selamat, Raja Damai, Anak Domba Allah, Yesus Kristus, kembali ramai di minggu – minggu ini.

Sejarah dua ribu tahun lalu itu kembali kita buka. Dimulai dari kehadiran malaikat Gabriel di hadapan seorang perawan bernama Maria dari keluarga Daud di Nazaret, kembalinya keluarga Yusuf bersama tunangan nya ke kota asal mereka di Betlehem, sampai sujudnya orang-orang Majus kepada bayi Yesus dengan segenap persembahan mereka.

Nyanyian pujian dan penyembahan para gembala yang hadir pada saat itu dengan tuntunan bintang terang di atas kandang domba tempat kelahiran Yesus pun kembali terdengar.

Ada damai Natal. Ada sukacita Natal. Ada kegembiraan surgawi yang terasa hangat mengalir di sepanjang pembuluh darah kita.

Damai dan sukacita yang juga kita rasakan tahun lalu, dua tahun lalu, dan tahun tahun sebelumnya, ketika alunan lagu Malam Kudus terdengar.


Jari jemari ini pun menari di atas papan ketik untuk merangkai kalimat demi kalimat sebuah tulisan renungan Natal. Sama seperti tahun lalu. Rutinitas.

Sama seperti tahun lalu ? 
Rutinitas ? 
Penulis pun tersentak. 

Dan satu pertanyaan menyelinap lembut namun tajam.

Damai dan sukacita Natal ini begitu indah. Kenapa kita hanya bisa menemuinya setahun sekali di bulan terakhir sebelum tahun berganti? 

Damai dan sukacita Natal ini begitu menyejukkan, kenapa kita hanya merasakan satu hari saja selama setahun ini ? Kenapa tidak pada ketigaratusenampuluhempat hari lainnya?

Kita selalu menunggu hari ini untuk sekedar beristirahat dari penat kita sepanjang tahun, padahal Tuhan kita jelas-jelas berfirman,

“Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; 
jikalau ada orang yang mendengar suaraKu 
dan membukakan pintu, 
Aku akan masuk mendapatkannya 
dan Aku akan makan bersama-sama dengan dia 
dan ia bersama-sama dengan Aku.” 
( Wahyu 3:20 )



Tuhan kita, Yesus Kristus, senantiasa menunggu kita untuk membukakan pintu, senantiasa menunggu kita untuk mengijinkanNya lahir kembali di hati kita. 

Setiap saat, bukan setahun sekali. 

Agar sama seperti ketika kita merayakan kelahiranNya di malam Natal ini, kita pun bisa merasakan damai dan sukacita Natal ini, bukan hanya pada tanggal 25 Desember setiap tahunnya.

Bukankah itu merupakan sebuah anugerah yang luar biasa untuk kita, bila kita bisa merasakan damai dan sukacita Natal ini setiap hari sepanjang tahun dari tahun ke tahun ?

Damai dan sukacita yang hanya bisa kita rasakan ketika Yesus lahir di dalam hati kita.

Ada sebuah rahasia besar yang ingin Tuhan ungkapkan kepada kita pada Natal kali ini.


“Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa Ku.” ( Yohanes 15:15 )

Menjelang kelahiranNya di Betlehem, Tuhan telah menyiapkan tokoh-tokoh pilihanNya.

Menjelang kelahiranNya di dalam hati kita, Tuhan pun ingin kita memiliki hati seperti mereka, agar Dia bisa lahir di sana, setiap hari, dalam setiap helaan napas kita.

1. Hati yang tidak membantah, seburuk apapun keadaannya, seperti hati sang perawan terpilih Maria.

Hamil sebelum nikah masih dianggap sebuah aib untuk beberapa kalangan di abad ini. Terbayangkah 
bagaimana perasaan Maria di dalam lingkungan yang taat kepada agamanya saat itu ?

Keadaan yang tampak buruk  itu hanya menimbulkan sebuah pertanyaan, “Bagaimana mungkin?”
Bukan Mengapa.
Mengapa bukan orang lain saja yang harus menghadapi keadaan ini ?
Mengapa harus aku ?

Sebaliknya dia hanya berkata, “Sesungguhnya, aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” ( Lukas 1:38 )



Sama seperti doa Yesus di taman Getsemani, 

" Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." ( Matius 26:39 )

Biarlah Seperti Yang Engkau Kehendaki menjadi denyut nadi kekristenan kita,  mulai Natal tahun ini.

Bukan lagi cawan yang berlalu, karena tanpa cawan itu,  nama Yesus tidak akan pernah dipermuliakan. 

Tanpa cawan yang harus diminum Yesus saat itu,  tidak akan ada  kekristenan.  
Tanpa kekristenan,  sia sia lah iman kita. 

Dan bila iman kita sia sia,  kita bukan lagi orang orang pilihan Nya.

1 Korintus 15:14 (TB)  Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.


2. Hati yang mau mendengarkan suara Tuhan, dan bukan keinginannya sendiri, seperti hati Yusuf.

Mendengar kehamilan calon istrinya,  Yusuf ingin menjaga nama baik istrinya di depan umum dengan menceraikan nya secara diam-diam, namun Tuhan berkehendak lain. Dan Yusuf mendengarkanNya.

“Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya.” ( Matius 1 : 24  )

Seringkali suara Tuhan tertutup oleh suara-suara yang ada di sekitar kita, suara-suara yang hanya merenggut damai sejahtera dan sukacita di hati kita.

Suara-suara bernuansa politik, ekonomi, medis, perdagangan global, persaingan bisnis, perang dan bencana, selalu terdengar setiap kali kita membuka media sosial. 

Berita-berita negative, hoax dan rumor yang sia-sia. 

Ketakutan dan kekhawatiran.

Yusuf mampu melawan semua suara itu dan hanya mendengarkan suara Tuhan yang penuh damai dan sukacita.



Mengenal Tuhan dengan benar, membuat kita mampu menutup telinga kita terhadap suara suara yang ingin merenggut damai dan sukacita Natal dari hati kita.

Bukankah Dia adalah kota benteng kita?
Menara perlindungan. 
Allah yang menyembuhkan. 
Allah yang mencukupi. 
Panglima perang kita. 
Sang Damai.
Raja di atas segala raja. 
Bapa yang baik. 
Sahabat yang setia. 
Dokter yang ajaib. 
Mata Air kehidupan.


Ingatlah akan kekecewaan Tuhan pada kita :

"Jawab-Nya kepada mereka: 
"Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! 
Sebab ada tertulis: 
Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, 
padahal hatinya jauh dari pada-Ku. 
Percuma mereka beribadah kepada-Ku, 
sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.
( Markus 7:6-7 )



3. Hati yang penuh hikmat seperti hati orang Majus. ( Matius 2:1-12 )

Orang-orang Majus ( dari bahasa latin : magus ) adalah orang-orang bijak dan raja-raja dari Timur yang mengenal astrologi dengan segala ramalan nya. 

Mereka menggunakan hikmat mereka ketika membaca kitab yang ditulis Mikha pada jaman raja-raja Yehuda.

“Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, daripadamu akan bangkit bagi Ku, seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.” ( Mikha 5:2 )


Hati yang penuh hikmat ini lah yang mampu meneliti dengan gamblang ajaran Yesus kepada murid-murid Nya, kepada kita, kepada saudara dan saya, ketika Dia menjelaskan tentang hukum yang terutama di dalam hukum Taurat.

“Jawab Yesus kepadanya : 
Kasihilah Tuhan, Allahmu, 
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu,
 dan dengan segenap akal budimu, 
Itulah hukum yang terutama dan utama. 
Dan hukum yang kedua, 
yang sama dengan itu ialah : 
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” 
( Matius 22:37-39 )

Sudahkah kita mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri ?

Sudahkah kita memikirkan sesama kita ketika kita melakukan hal hal yang juga tidak kita inginkan diperlakukan kepada kita sendiri?

Penghakiman.
Tuduhan.
Pencemaran nama baik.
Penipuan.
Dusta.
Perampasan hak.

Sebaliknya,  sudahkah kita memikirkan sesama kita ketika kita tidak melakukan hal hal yang juga sebenarnya kita inginkan diperlakukan kepada kita sendiri?

"Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku."  (  Matius 25:45 )


4. Hati yang penuh kekaguman, seperti hati para gembala yang datang ke kandang untuk menyembah Yesus.

Ketika para gembala itu melihat bayi Yesus yang dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan, persis seperti yang dikatakan para malaikat kepada mereka, mereka tidak dapat menahan mulut mereka untuk tidak menceritakannya kepada orang lain, karena kekaguman mereka yang luar biasa terhadap Sang Raja ini.

“Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka.”( Lukas 2:20  )


Hati yang penuh damai dan sukacita 
akan dirasakan orang di sekitar kita.
 
Hati yang kagum akan kebesaranNya 
akan membuka mulut kita untuk bersaksi.


Sudahkah kita bersaksi untuk Nya hari ini?
Sudahkah kita menceritakan berkat Tuhan yang kita terima  hari ini? 

Betapa indahnya 
kelihatan dari puncak bukit-bukit
kedatangan pembawa berita, 
yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, 
yang mengabarkan berita selamat 
dan berkata kepada Sion: 
"Allahmu itu Raja!"
( Yesays 52:7 )


Maria, Yusuf, orang-orang Majus, dan para gembala selalu ada di setiap perayaan Natal, karena mereka memiliki hati yang diperlukan untuk kelahiran Sang Juru Selamat.

Biarlah damai dan sukacita Natal bukan hanya bisa kita rasakan pada hari ini, satu hari dalam setahun. 

Namun juga di sepanjang hidup kita, hari lepas hari, dari satu helaan napas ke helaan napas berikutnya, sampai Maranatha, Tuhan datang untuk kedua kalinya.

Tidak ada lagi ketakutan. 
Tidak ada lagi kekhawatiran. 
Tidak ada lagi kecemasan.


Damai sejahtera dan sukacita belaka, 
apapun keadaan yang kita hadapi saat ini, 
di mana pun Tuhan menempatkan kita hari ini. 

Padang gurun kah? 
Gagal panen kah ? 
Di tengah badai kah ?

Hanya dengan satu syarat : 
mengijinkan Yesus lahir setiap hari 
di dalam hati kita yang 
berserah seperti Maria, 
mendengarkan suara Tuhan seperti Yusuf,
penuh hikmat  seperti orang Majus,
dan kekaguman kepada Dia Yang Maha Tinggi, 
seperti hati para gembala

Yesus hadir di hati kita. 
Kepada siapa kita harus takut ?



SELAMAT NATAL 2018

TUHAN YESUS MEMBERKATI